I.
Definisi Korupsi
Korupsi merupakan masalah yang sangat populer di masyarakat sehingga banyak definisi yang muncul sesuai dengan aspeknya masing-masing. Akibatnya, jarang kita temui definisi yang cukup lengkap dan sempurna dalam menjelaskan korupsi. Wikipedia yang merupakan salah satu ensiklopedia online menyebutkan bahwa Korupsi berasal dari bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus atau politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Definisi ini juga tidak luput dari kekurangan karena disebutkan bahwa korupsi hanya mencakup pejabat publik yang berarti pegawai pemerintah, politisi dan tidak termasuk sektor swasta. Lebih lanjut, tindak korupsi tidak hanya mencakup penyuapan atau penyelewengan sejumlah dana, namun lebih luas dari hal itu. Misalnya, seorang mahasiswa yang izin untuk tidak masuk kuliah dengan alasan sakit, namun dia bepergian bersama temanya. Hal ini juga merupakan tindakan korupsi. Dari banyaknya definisi korupsi sulit di bedakan antara penyuapan dan hadiah. Penyuapan biasanya menimbulkan timbal balik dan hadiah tidak menimbulkan timbal balik karena di anggap sebagai hibah.
1.
Faktor-faktor yang Mendorong Tindakan Korupsi
Tindakan korupsi bukanlah hal yang berdiri sendiri. Perilaku korupsi menyangkut berbagai hal yang sifatnya kompleks. Faktor-faktor penyebaba bisa dari internal pelaku-pelaku korupsi, tetapi bisa juga berasal dari situasi lingkunan yang kondusif bagi seseorang untuk melakukan korupsi. Berikut ini adalah aspek-aspek penyebab seseorang melakukan korupsi menurut :
Dr. Sarlito W. Sarwo, tidak ada jawaban yang persisi, tetapi ada dua hal yang jelas, yaitu :
1.
Dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak, dan sebagainya)
2.
Rangsangan dari luar (dorongan dari teman, adanya kesempatan, kurang kontrol dan sebagainya).
Dr. Andi Hamzah dalam disertainya menginventarisasi beberapa penyebab koruopsi yaitu:
1.
Gaji pegawai negeri yangh tidak sebanding dengan kebutuhan yang semakin tinggi
2.
Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia yang merupakan sumber atau sebab meluasnya korupsi
3.
Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan efesien, yang memberikan peluan untuk korupsi
4.
Modernisasi pengembangbiakan korupsi.
Analisa yang lebih detil lagi tentang penyebab korupsi diutarakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam bukunya berjudul “Strategi Pemberantasan Korupsi,” antara lain :
Aspek Individu Pelaku
1.
Sifat Tamak Manusia
Kemungkinan orang melakukan korupsi bukan karena orangnya miskin atau penghasilan tak cukup. Kemungkinan orang tersebut sudah cukup kaya, tetapi masih punya hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi pada pelaku semacam itu datang dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus.
2.
Moral yang Kurang Kuat
Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahanya, atau pihak yang lain yang memberi kesempatan untuk itu.
3.
Tingkat upah dan gaji pekerja di sector public
Penghasilan seorang pegawai dari suatu pekerjaan selayaknya memenuhi kebutuhan hidup yang wajar. Bila hal itu tidak terjadi maka seseorang akan berusaha memenuhinya dengan berbagai cara. Tetapi bila segala upaya dilakukan ternyata sulit didapatkan, keadaan semacam ini yang akan memberi peluang besar untuk melakukan tindak korupsi, baik itu korupsi waktu, tenaga, pikiran dalam arti semua curahan peluang itu untuk keperluan di luar pekerjaan yang seharusnya.
4.
Kebutuhan Hidup yang Mendesak
Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas diantaranya dengan melakukan korupsi.
5.
Gaya Hidup yang Konsumtif
Kehidupan di kota-kota besar acapkali mendorong gaya hidup seseong konsumtif. Perilaku konsumtif semacam ini bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan untuk memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah dengan korupsi.
6.
Malas atau Tidak Mau Bekerja
Sebagian orang ingin mendapatkan hasil dari sebuah pekerjaan tanpa keluar keringat alias malas bekerja. Sifat semacam ini akan potensial melakukan tindakan apapun dengan cara-cara mudah dan cepat, diantaranya melakukan korupsi.
7.
Tidak Menerapkan ajaran Agama
Indonesia dikenal sebagai bangsa religius yang tentu akan melarang tindak korupsi dalam bentuk apapun. Kenyataan di lapangan menunjukkan bila korupsi masih berjalan subur di tengah masyarakat. Situasi paradok ini menandakan bahwa ajaran agama kurang diterapkan dalam kehidupan.
II.
Dampak Korupsi Terhadap Perekonomian
1.
Dampak Kualitatif Korupsi Terhadap Perekonomian
Korupsi mengurangi pendapatan dari sektor publik dan meningkatkan pembelanjaan pemerintah
untuk sektor publik. Korupsi juga memberikan kontribusi pada nilai defisit fiskal yang besar,
meningkatkan income inequality, dikarenakan korupsi membedakan kesempatan individu dalam
posisi tertentu untuk mendapatkan keuntungan dari aktivitas pemerintah pada biaya yang
sesungguhnya ditanggung oleh masyarakat Ada indikasi yang kuat, bahwa meningkatnya
perubahan pada distribusi pendapatan terutama di negara negara yang sebelumnya memakaii
sistem ekonomi terpusat disebabkan oleh korupsi, terutama pada proses privatisasi perusahaan
negara Lebih lanjut korupsi mendistorsi mekanisme pasar dan alokasi sumber daya dikarenakan:
2.
Korupsi mengurangi kemampuan pemerintah untuk melakukan perbaikan dalam bentuk peraturan dan kontrol akibat kegagalan pasar (market failure). Ketika kebijakan dilakukan dalam pengaruh korupsi yang kuat maka pengenaan peraturan dan kebijakan, misalnya, pada perbankan, pendidikan, distribusi makanan dan sebagainya, malah akan mendorong terjadinya inefisiensi.
3.
Korupsi mendistorsi insentif seseorang, dan seharusnya melakukan kegiatan yang produktif menjadi keinginan untuk merealisasikan peluang korupsi dan pada akhimya menyumbangkan negatif value added.
4.
Korupsi menjadi bagian dari welfare cost memperbesar biaya produksi, dan selanjutnya memperbesar biaya yang harus dibayar oleh konsumen dan masyarakat (dalam kasus pajak), sehingga secara keseluruhan berakibat pada kesejahteraan masyarakat yang turun.
5.
Korupsi mereduksi peran pundamental pemerintah (misalnya pada penerapan dan pembuatan kontrak, proteksi, pemberian property rights dan sebagainya). Pada akhirnya hal ini akan memberikan pengaruh negatif pada pertumbuhan ekonomi yang dicapai.
6.
Korupsi mengurangi legitimasi dari peran pasar pada perekonomian, dan juga proses demokrasi. Kasus seperti ini sangat terlihat pada negara yang sedang mengalami masa transisi, baik dari tipe perekonomian yang sentralistik ke perekonomian yang lebih terbuka atau pemerintahan otoriter ke pemerintahan yang lebih demokratis, sebagaimana terjadi dalam kasus Indonesia.
Korupsi memperbesar angka kemiskinan. ini sangat wajar. Selain dikarenakan program-program pemerintah sebagaimana disebut di atas tidak mencapai sasaran, korupsi juga mengurangi potensi pendapatan yang mungkin diterima oleh si miskin. Menurut Tanzi (2002), perusahaan perusahaan kecil adalah pihak yang paling sering menjadi sasaran korupsi dalam bentuk pungutan tak resmi (pungutan liar). Bahkan, pungutan tak resmi ini bisa mencapai hampir dua puluh persen dari total biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan ini amat mengkhawatirkan, dikarenakan pada negara negara berkembang seperti Indonesia, perusahaan kecil (UKM adalah mesin pertumbuhan karena perannya yang banyak menycrap tenaga kerja).
1.
Dampak Korupsi pada Perekonomian Anahsa Ekonometrika
Beberapa tahun terakhir, banyak dilakukan penelitian dengan menggunakan angka indeks korupsi untuk melihat hasilnya pada variabel — variabel ekonomi yang lain. Beberapa hasil penelitian tersebut adalah
1.
Korupsi Mengurangi Nilai Investasi
Korupsi membuat sejumlah investor kurang percaya untuk menanamklanmodalnya di Indonesia dan lebih memilih menginvestasikannya ke negara-negara yang lebih aman seperti Cina dan India. Sebagai konsekuensinya, mengurangi pencapaian actual growth dari nilai potential growth yang lebih tinggi. Berkurangnya nilai investasi ini diduga berasal dari tingginya biaya yang harus dikeluarkan dari yang seharusnya. ini berdampak pada menurunnya growth yang dicapai. Studi didasarkan atas analisa fungsi produksi dimana growthadalah fungsi dari investasi.
2.
Korupsi Mengurangi Pengeluaran pada Bidang Pendidikan dan Kesehatan
Akibat korupsi pendapatan pemerintah akan terpangkas bahkan lebih dari 50%, sebagai contoh kasus dugaan korupsi Presiden Soeharto yang tidak kunjung kelar yang di sinyalir menggelapkan uang negara sekitar 1,7 triliun. Agar pengeluaran pengeluaran pemerintah tidak defisit maka di lakukan pengurangan pengeluaran pemerintah.
3.
Korupsi mengurangi pengeluaran untuk biaya operasi dan perawatan dari infrastruktur
Korupsi juga turut mengurangi anggaran pembiayaan untuk perawatan fasilitas umum.
4.
Korupsi menurunkan produktivitas dari investasi publik dan infrastruktur suatu Negara.
5.
Korupsi menurunkan pendapatan pajak
Sebagai contoh kasus Gayus Tambunan, seorang pegawai golongan 3A, yang menggelapkan pajak negara sekitar Rp 26 miliar. Dengan demikian pendapatan pemerintah dari sektor pendidikan akan berkurang Rp 26 miliar, itu hanya kasus gayus belum termasuk kasus makelar pajak lainnya.
III.
Kesimpulan
Ditinjau dari sudut apapun, korupsi sama sekali tidak memberikan manfaat. Baik kepada perekonomian, maupun kepada sistem demokrasi politik yang baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa negara dalam masa transisi seperti Indonesia, baik dari sistem ekonomi (dari sistem ekonomi terpusat menuju sistem ekonomi yang lebih menganut pasar) maupun dari sistem politik dan demokrasi (pemerintahan yang otoriter ke pemerintahan yang demokratis), selalu mengalamii masalah korupsi yang luar biasa besar. Bahkan, saat ini sudah terbangun mitos di masyarakat bahwa korupsi hampir mustahil dapat dibasmi, karena ada anggapan bahwa korupsi telah menjadii kebudayaan bangsa Indonesia. Namun hal ini tidak bisa dijadikan justifikasi dan apologi untuk terus bersikap toleran dan permisif terhadap keberadaan korupsi.
Hasil penelitian Farah Dewi (Mahasiswa Pasca Sarjana UI, 2002) mengatakan jikalau Indonesia sanggup menekan tingkat korupsinya sampai serendah tlngkat korupsi di Jepang, maka dengan performa ekonomi seperti sekarang, Indonesia dapat mencapai tingkat pertumbuhan sebesar 6.37% setahun. Lebih lanjut, jika Indonesia sanggup menekan tingkat korupsinya hingga serendah tingkat korupsi Singapura, maka Indonesia akan mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 10.68% per tahun. Maka mutlak sudah, bahwa pemberantasan korupsi adatah bagian yang tak terpisahkan dart proses perbaikan ekonomi Indonesia. Karena berdasarkan analisa apapun, korupsi tidak mungkin ditolerir.
Tentu akan sangat membingungkan bila kita harus menyelesaikan semua kasus korupsi karena sangat banyaknya kasus konupsi di negeri ini. Oleh karena itu pemetaan korupsi dengan memberilcan prioritas menjadi penting. Tolak ukur yang paling penting adalah seberapa jauh korupsi tersebut berkaitan dengan kepentingan umum dan merugikan keuangan negara. Kita dapat menemukan suatu pola umum dari korupsi yang terjadi di Indonesia, namun bukan tidak mungkin setiap daerah dan setiap kasus memililki kekhususannya sendiri. Beberapa hal bisa dijadikan alasan bagi ttumbuhnya perbedaan-perbedaan ini seperti perbedaan sumber daya ekonomi (atau pendapatan), budaya, kondisi kelompok-kelompok sosial, yang kesemuanya mempengaruhi pola-pola korupsi dan upaya pemberantasannya. Yang pasli, kita harus segera bergerak menuntaskan serta melakukan perubahan.